Konsep Manajemen Sarana dan Prasarana Dalam Pendidikan

Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang harus terpenuhi dalam menunjang sistem pendidikan. Menurut Ketentuan Umum Permendiknas no. 24 tahun 2007, sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang termasuk prasarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah dan lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan.

 
Menurut Rugaiyah (2011:63), Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan pengelolaan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh sekolah dalam upaya menunjang seluruh kegiatan baik kegiatan pembelajaran maupun kegiatan lain sehingga seluruh kegiatan berjalan dengan lancar. Menurut Asmani (2012:15), manajemen sarana dan prasarana adalah manajemen sarana sekolah dan sarana bagi pembelajaran, yang meliputi ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru, siswa serta penataan ruangan-ruangan yang dimiliki.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, inventarisasi dan penghapusan serta penataan ( Mulyasa, 2011:50).
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, dan indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun peserta didik sebagai pelajar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan persyaratan pengadaan sarana dan prasarana dengan membuat daftar prioritas keperluan pada setiap sekolah oleh tim dan tenaga kependidikan yang profesional pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan melakukan “need assesment” sekolah.
Manajemen sarana prasarana dan manajemen keuangan, harus dilakukan sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Indriyanto (dalam Sagala, 2010:220), dua fenomena yang dapat diamati berkenaan dengan ketersediaan sarana dan prasarana adalah: (1) Fenomena keterbatasan, yaitu keterbatasan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang menonjol dalam pelaksanaan kebijakan dan program sekolah yang berada di kota apalagi yang di desa; (2) Pemanfaatan, yaitu di lain pihak unit-unit kerja dan sekolah yang telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai, ternyata kurang memanfaatkannya, sehingga ketersediaan sarana dan prasarana tidak dilihat dari fungsinya.
Menurut Everard, Moris dan Ian Wilson (2004: 209), sekolah dapat dengan mudah menjadi tempat untuk pembuangan barang-barang yang tidak dibutuhkan oleh sekolah itu sendiri, karena tidak adanya “need assesment” sekolah. Oleh karena itu, terdapat prinsip-prinsip dalam proses mendapatkan nilai terbaik dari pengadaan sarana dan prasarana di sekolah. Ke empat prinsip “best value” tersebut menurut ofsted yang pertama adalah challenge (tantangan), kita harus menimbang apakah tujuan dari pengadaan sarana prasarana yang akan dibeli. Kedua, compare (membandingkan), misalnya membandingkan harga. Ketiga consult (konsultasi), misalnya siapa yang akan dipengaruhi dengan keputusan untuk membeli komputer baru. Keempat, complete (bersaing) yaitu, untuk mendapatkan pelayanan yang sebaik mungkin dengan harga yang sangat terjangkau, misalnya dengan proses tender dalam pengadaan sarana dan prasarana di sekolah.
Permasalahan yang terjadi dalam lembaga pendidikan terkait dengan manajemen keuangan antara lain sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang tersendat, tidak mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam rencana strategis lembaga pendidikan. Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik (good governance), sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pendidikan.

Sumber: http://pribadimam.blogspot.com/

Komentar