CONTOH STUDI KASUS DALAM KOORDINASI
1. Pembukaan Jalan Pertambangan Ancam Harimau Sumatera
Pekanbaru, 6 Pebruari 2002
Pekanbaru, 6 Pebruari 2002
Tidak
adanya koordinasi antara PT Nusa Riau Kencana Coal (NRKC) dengan Departemen
Kehutanan Dan Perkebunan Provinsi Riau menyebabkan timbulnya sejumlah masalah
pada Hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling. Hutan Suaka Margasatwa Bukit
Rimbang Baling yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Riau,
dikhawatirkan terganggu akibat ulah perusahaan pertambangan batu bara PT Nusa
Riau Kencana Coal (NRKC) yang membuka jalan lintas di areal tersebut. “Karena dikhawatirkan merusak kawasan konservasi,
perusahaan itu kini sedang diaudit Departemen Kehutanan dan Perkebunan,” kata Kepala Dinas Kehutanan Riau Fauzi Saleh, Rabu
(6/2) di Pekanbaru.
Menurutnya, NRKC yang
beroperasi di Logas
Kabupaten Kuansing itu beralasan tidak adanya jalan alternatif, sehingga nekad
membuka koridor di tengah hutan suaka margasatwa itu. Padahal, tutur Fauzi, lokasi seluas 136 ribu hektar itu saat ini rawan perambahan dan pencurian kayu. Selain itu, tambahnya, hiruk pikuknya pembukaan jalan itu bisa mengganggu ketenangan sejumlah harimau loreng sumatera (panthera tigris sumatraensis) yang berada di hutan itu.
Guna mengantisipasi keadaan lebih buruk lagi, tegas Fauzi, Dinas Kehutanan Riau telah minta perusahaan tersebut agar menutup jalan koridor yang membelah areal hutan itu. Ia menyayangkan NRKC harus merusak hutan untuk pembuatan jalan, padahal perusahaan itu tidak beroperasi di kawasan hutan suaka margasatwa.
"Kondisi hutan lindung itu kini menjadi rawan perambahan, apalagi jika jalan lintas tetap dibuka. Hal itu akan memudahkan para pencuri dan pembabat hutan mengeluarkan hasil curian mereka," ungkapnya.
Dijelaskannya, Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Kehutanan menyatakan, setiap usaha pertambangan di atas kawasan hutan harus mendapat izin dari pemerintah pusat (Menteri Kehutanan) dengan izin pinjam pakai lahan.
Kenyataannya, ungkap Fauzi, pembukaan jalan lintas tetap dilakukan, meski izinnya belum keluar.
2. Galian
Jalan.
PALEMBANG
- Maraknya galian di jalan-jalan protokol membuat kota kotor karena
tanah bekas galian dibiarkan berserakan. Hal tersebut menjadikan Walikota
Palembang, Eddy Santana Putra berang dan meminta ganti rugi kepada perusahaan
yang melakukan itu.
Ditemui usai acara penutupan Media Expo,
Rabu (10/2), Eddy mengatakan, galian-galian di jalan-jalan utama maupun di
perkampungan tidak ada izin ke pemerintah kota (Pemkot) Palembang. Bahkan,
pemerintah juga tidak tahu nama perusahaan yang melakukan penggalian tersebut.
Saya tegaskan galian dilarang. Luar biasa
buruknya sistem ini. Seharusnya izin itu dikeluarkan ke PU Pemkot. Saya sudah
tanya tidak ada izin,” jelas Eddy Santana.
Sebagian besar penggalian dilakukan oleh
PLN, PDAM, dan operator telepon untuk pemasangan pipa, kabel listrik dan fiber
optic (FO). Eddy meminta kepada perusahaan-perusahaan ini untuk mengajukan izin
sebelum melakukan kegiatan. Jika tidak pemerintah akan mengambil tindakan
tegas dengan menghentikan setiap
penggalian. Sebab bekas galian tidak dikembalikan seperti semula dan membuat
jalan dan trotoar rusak dan kota pun kotor. Padahal dana yang dikeluarkan
pemerintah cukup besar untuk mempercantik kota.
Untuk menghindari galian yang tidak
mempunyai izin, pemerintah kota akan membuat Peraturan Walikota (Perwali) untuk
mengatur galian-galian liar. Dalam Perwali itu nanti setiap galian harus
mendapatkan izin camat dan diketahui Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota serta
lurah. Apabila himbauan itu tidak diindahkan, Pemkot akan menghentikan
penggalian dan membawanya ke rana hukum karena merusak kota.
Kalau mereka tidak mengindahkan permintaan
ini, saya akan tutup. Pemkot akan minta ganti rugi untuk memperbaiki jalan dan
trotoar yang rusak. Ini harus,” tegasnya.
Pengamatan Sripo, galian-galian terdapat di
Jalan Kapten A Rivai, Jl Ahmad Dahlan, Jl Radial, Jl Lektol Iskandar, Jl
Angkatan 45, dan beberapa jalan utama lainnya. Galian kabel fiber optic ini
menimbulkan lubang karena tanah bekas galian belum dirapikan. Jika bekas galian
ini terus dibiarkan dapat membahayakan pengendara kendaraan bermotor terutama
roda dua. Tumpukan tanah membuat jalan berdebu dan kotor.
Komentar
Posting Komentar